UJI PUBLIK CALON PANSEL PP2KS
Untuk menyiapkan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, pada tanggal 5 Juni 2023 akan diadakan uji publik calon anggota Panitia Seleksi. Uji Publik ini akan dihadiri oleh para dosen, pegawai dan mahasiswa STF Seminari Pineleng. Uji Publik adalah tahapan sebelum pembentukan Satgas yang akan bertanggung jawab dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Calon Anggota Panitia Seleksi SATGAS P2KS
Yulius Sodah, S.S., S.Psi., M.Psi., Psikolog
Dosen Psikologi STFSP. Lulusan S2 Psikologi Universitas Katolik Sugiyopranoto Semarang
Dr. Ignasius Welerubun, MA
Lulusan s3 Sosiologi Universitas Gajahmada ini sehari-hari adalah Dosen Sosiologi di STFSP dan aktif menggerakkan kesaran akan kecerdasan sosial.
Drs. Julius Salettia, Lic.Th
Dosen Teologi Dogmatik dan sehari-hari menjadi Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni. Banyak mahasiswa didampingi oleh beliau.
Ibu Yevvie Sambuaga
Sehari-hari bertugas di Perpustakaan STFSP, ibu dua orang anak ini aktiv juga di Paroki Maria Ratu Damai, Uluindano, Tomohon.
Ibu Mariesye Jackline Rares, S.Fil
Ibu satu anak, adalah tenaga pendidikan di Biro Akademik. Perhatiannya adalah pada kurikulum mahasiswa dan bidang akademik para dosen STFSP.
Martabat Manusia harus selalu dijaga. Hormat terhadap setiap orang menjadi kewajiban kita bersama.
Jilli Rosali Wongkar, S.Fils
Ibu Jilli bertugas di Program Studi Teologi. Beliau juga adalah operator PD-Dikti khususnya bagian Teologi. Ibu Jilli memiliki dua orang anak dan sehari-hari melayani administrasi Teologi dan Tracer study.
Checilia Cindy Jenifer Alida Pinedendi
Cindy memilih masuk Prodi Teologi ketika dia masuk STFSP. Mahasiswa angkatan 2019 ini sekarang menjabat sebagai Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa. Selain aktif di STF dia juga terlibat dalam koor dan di daerah asalnya sendiri di Mangaran.
Greyti Natalia Tumilaar
Mahasiswi Prodi Ilmu Filsafat angkatan 2020 ini dilahirkan di Teling tanggal 16 Desember 2001. Sekarang ini tinggal di Asrama Putri St. Benedikta dari Salib, Greyti adalah sulung dari empat bersaudara.
Estevania Tekla Sumampow
Mahasiswi yang akrab disapa Stevani ini berasal dari Guaan dan merupakan mahasiswi Prodi Teologi angkatan 2020. Kini tinggal di Asrama Putri St. Benedikta dari Salib dan aktif di kegiatan mahasiwa.
Gerren Fransiksus Xaverius Maweikere
Gerren adalah seorang frater Diosesan Keuskupan Manado. Dalam foto ia berdiri di samping ibunya. Putra Tataaran ini adalah Mahasiswa Prodi Teologi angkatan 2019.
Penguji Uji Publik Pansel
Pada Senin 5 Juni 2023, telah diadakan uji publik para calon Panitia Seleksi Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual STF Seminari Pineleng. Acara yang dikoordinir oleh Panitia Uji Publik bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ini berlangsung dengan sukses di Aula Nicolaus Verhoeven, STF Seminari Pineleng. Para Calon terdiri dari 10 orang calon yang mencakup 3 orang dari kalangan dosen (Julius Salettia, Ignasius Welerubun, Yulius Sodah), 3 orang dari Tenaga Kependidikan (Yevvie Sambuaga, Jilli Wongkar, Mariesye Rares) dan 4 calon dari mahasiswa/i (Gerren Mawikere, Cyndi Pinedendi, Estevania Sumampow dan Gretty Tumilaar). Sedangkan para penguji adalah Ibu Vivi George, SKM dari Swara Parangpuang Sulawesi Utara dan AKBP Paulus Palamba, SE dari Unit Bidang Hukum Polda Sulawesi Utara yang menangani tindak pidana kekerasan seksual dan kejahatan pada remaja dan anak. Selain itu seorang penguji intern dari kalangan kampus ikut serta dalam uji public ini, ialah Dr. Gregorius Hertanto Dwi Wibowo, S.S., M.Th. yang adalah Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng.
STF Seminari Pineleng merasa berkepentingan sekali dengan pembentukan SATGAS P2KS ini karena panggilan identitasnya sendiri sebagai Lembaga Pendidikan yang mau menghasilkan pemimpin dan pelayan masyarakat, terlebih dengan keilmuan Filsafat dan Teologi. Himbauan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri no. 30 tahun 2021 sungguh sejalan dengan visi dan misi Sekolah Tinggi yang terpanggil untuk menghargai harkat martabat manusia setinggi-tingginya dan menjadi pembela Hak Asasi Manusia. Kekerasan seksual hendaklah tidak terjadi di kalangan kampus kita, meskipun kita sadar bahwa kita pun tidak terluput dari godaan dan cobaan semacam itu. Demikian sambutan Ketua STFSP membuka acara ini.
Diundang pada kesempatan ini juga para mahasiswi STFSP dan diwajibkan para mahasiswa-mahasiswi tingkat 2 untuk hadir dalam kesempatan ini. Para mahasiswa/mahasiswi tingkat 2 adalah calon pengajar pada sekolah-sekolah di Manado dan sekitarnya yaitu pada praktek Katekse/Mengajar agama. Acara ini menjadi sekaligus pembekalan dan sosialisasi bagi mereka. Demikian pula para karyawan STFSP dan sebagian dosen lain turut terlibat.
Selanjutnya acara dimoderatori oleh Frater Devid Abram, S.Fil, MSC yang mengatur alur komunikasi diskusi. Para penguji sendiri sepakat bahwa pengujian ini tidak hanya bertujuan untuk menjaring calon anggota panitia seleksi yang lebih bersifat temporer, tetapi lebih jauh mengarah pada pembentukan Satuan Tugas P2KS. Dengan demikian akan diuji juga komptensi, sikap dan pengetahuan praktis para calon sebagai SATGAS nantinya.
Pada sesi pertama ditanyakan soal motivasi dari para calon dan pengetahuan para calon tentang pentingnya SATGAS P2KS ini. Para calon umumnya sangat termotivasi dengan Satgas ini, karena tujuannya yang sangat luhur. Antara lain mereka berpendapat bahwa satgas ini bertujuan untuk menciptakan suasana studi yang penuh kemerdekaan, dimana hak-hak para sivitas akademika dihargai dan dijunjung tinggi. Yang lain mempunyai motivasi untuk mendampingi para korban, agar mereka mempunyai tempat yang nyaman ketika mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. Ada pula yang menyebut bahwa mereka ingin membela hak kaum perempuan, agar hak perempuan dihargai secara sama.
SATGAS ini juga dirasa sangat penting. Satgas akan menjadi tempat yang aman bagi semua sivitas akademik untuk bersharing dan mengadukan kalau terjadi kasus. Tetapi Satgas terutama adalah untuk membuat pencegahan yang perlu agar semua tindak kekerasan seksual tidak terjadi di kampus ini. Satgas akan berusaha memberikan sosialisasi dan penyadaran kepada seluruh masyarakat akademik, sekaligus akan bertugas sebagai pelindung para korban dan menangani kasus yang ada secara tepat.
Ketika ditanya mengenai banyaknya korban yang tidak melapor, umumnya para calon mengangkat kemungkinan adanya ancaman baik secara langsung maupun secara tak langsung. Untuk itu harus ada pendekatan-pendekatan yang khusus dan bervariasi agar para korban bisa berbicara. Korban harus bisa SPEAK UP, begitu kata beberapa calon. Maka perlu ada beberapa metode, antara lain membangun kepercayaan, mungkin melalui teman, atau orang tua atau dengan cara-cara lain yang sesuai. Selain itu juga sosialiasi dan jaminan kerahasiaan bagi pelapor serta bagi korban. Keberpihakan pada korban harus nampak, sehingga tidak ada korban yang merasa justru dimanfaatkan atau disalahkan.
Para calon pada umumnya tidak setuju kalau kampus hanya menyembunyikan kasus dan memendam karena takut nama kampus tercemar. Justru kampus harus menangani dengan serius dan baik. Nama kampus tidak akan rusak kalau kasus-kasus ditangani dengan baik. Itu akan lebih berguna bagi kampus daripada dengan menyembunyikan kasus-kasus itu. “Bagaikan ranting kalau busuk dan disimpan itu malah berbahaya,” kata seorang calon, “yang busuk harus dipangkas dengan tegas!”
Pada akhir acara diberi kesempatan bagi para mahasiswa dan mahasiswi yang hadir untuk mengajukan pertanyaan yang kemudian ditanggapi oleh para penguji, ibu Vivi dan Bapak Paulus. Para penguji sungguh-sungguh merasa puas dengan pengetahuan dan kemampuan para calon dan memberikan rekomendasi positif kepada semua calon.
Acara berlangsung hingga pukul 12.30. Juga para mahasiswa serta karyawan yang menghadiri acara ini merasa sungguh diperkaya dengan pengetahuan dan pencerahan melalui acara ini.
PROTOKOL PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL
“Kita perlu memiliki Protokol atau Kode Etik untuk Pencegahan Tindak Kekerasan Seksual.” Itulah salah satu usulan yang mencuat di dalam diskusi Uji Publik Panitia Seleksi Satgas P2KS. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 30 sudah diatur beberapa ketentuan umum untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual. Misalnya membatasi pertemuan Dosen dan Mahasiswa di luar jam kuliah dan dalam kaitan dengan urusan di luar perkuliahan. Antara lain diperlukan ijin khusus dari Kaprodi atau Ketua Sekolah Tinggi. Namun aturan itu adalah aturan yang minimal dan perlu disesuaikan dengan aturan yang lebih rinci, yang lebih sesuai dengan jiwa dan iklim STF Seminari Pineleng.
Diskusi dipantik dari pertanyaan salah satu penguji tentang dream dan impian apa yang kiranya diharapkan. Iklim yang bagaimana yang sebaiknya mewarnai relasi antara dosen, mahasiswa dan tenaga kependidikan. Intinya kita harus saling menghargai dan menghormati, demikian jawaban salah satu calon. Calon yang lain menunjuk pentingnya memilih kata yang tepat. Seringkali orang mengucapkan kata tanpa dipikir dan mengomentari sambil bernada melecehkan. Ada pengalaman bahwa seorang mahasiswa mengamat-amati seseorang sehingga terasa melecehkan dan memanipulasi. Sementara muncul juga harapan lain, yaitu agar para dosen dan para mahasiswa tahu batas. Jangan terlalu sok akrab sampai lupa identitas imamnya, dan begitu juga mahasiswa atau tenaga kependidikan lupa akan identitasnya.
Harus ada iklim sehingga mahasiswa dan siapa saja bisa berbicara, iklim ancaman dan pengekangan yang menekan harus dihilangkan. Ada keakraban tetapi dengan bermartabat, begitu salah satu calon mengungkapkan. Yang lain mengangkat sikap hormat kepada yang lebih tua, dengan maksud seperti usulan sebelumnya, agar ada relasi sopan santun yang baik.
Rambu-rambu kekerasan seksual sebenarnya cukup luas, dan diterangkan cukup komprehensif di dalam Permen no. 30 tahun 2021. Antara lain perlu memperhatikan apakah sebuah lelucon, atau guyonan membuat orang tidak nyaman. Mungkin bisa orang berlindung pada budaya tertentu yang ‘katanya’ bisa memegang, berbicara tertentu. Tapi bilamana orang sudah tidak nyaman, maka itu bisa menjadi kasus kekerasan seksual.
Bapak Paulus menambahkan undang-undang tindakan seksual bahkan sedikit berbeda dari undang-undang pidana lain. Bila pelanggaran hukum lain membutuhkan bukti yang lebih banyak, kekerasan seksual bisa menjadi kasus aduan bahkan bila buktinya hanya satu saja dari pengakuan sang korban.
Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
Melalui proses penjaringan yang dilaksanakan oleh Panitia Seleksi untuk Pemilihan Anggota Satgas, STFSP telah membentuk Satgas P2KS. Panitia Seleksi terdiri dari 3 orang yaitu Dr. Ignasius Welerubun, S.S.,M.A, Ibu Mariesye Rares, S.Fil dan Cindy Pinedendi. Panitia melakukan uji pengetahuan dan wawancara calon anggota Satgas sesuai dengan SOPnya dan pada tanggal 16 Juni 2023 dikeluarkanlah Surat Keputusan Ketua tentang pembentukan SATGAS P2KS. Anggota Satgas adalah sebagai berikut:
Yulius Sodah, S.S., S.Psi., M.Psi., Psikolog
Ibu Yevvie Sambuaga
Jilli Rosali Wongkar, S.Fils
Estevania Tekla Sumampow
Greyti Natalia Tumilaar
Petrus Kussoy
Merlin Rumatora
Roberto Kaparang
Renata Rau