Menu Tutup

Uji Publik Calon Panitia Seleksi Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

Pineleng, 5 Juni 2023

Pada Senin 5 Juni 2023, telah diadakan uji publik para calon Panitia Seleksi Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual STF Seminari Pineleng. Acara yang dikoordinir oleh Panitia Uji Publik bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ini berlangsung dengan sukses di Aula Nicolaus Verhoeven, STF Seminari Pineleng. Para Calon terdiri dari 10 orang calon yang mencakup 3 orang dari kalangan dosen (Julius Salettia, Ignasius Welerubun, Yulius Sodah), 3 orang dari Tenaga Kependidikan (Yevvie Sambuaga, Jilli Wongkar, Mariesye Rares) dan 4 calon dari mahasiswa/i (Gerren Mawikere, Cyndi Pinedendi, Estevania Sumampow dan Gretty Tumilaar). Sedangkan para penguji adalah Ibu Vivi George, SKM dari Swara Parangpuang Sulawesi Utara dan AKBP Paulus Palamba, SE dari Unit Bidang Hukum Polda Sulawesi Utara yang menangani tindak pidana kekerasan seksual dan kejahatan pada remaja dan anak.  Selain  itu seorang penguji intern dari kalangan kampus ikut serta dalam uji public ini, ialah Dr. Gregorius Hertanto Dwi Wibowo, S.S., M.Th. yang adalah Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng.

STF Seminari Pineleng merasa berkepentingan sekali dengan pembentukan SATGAS P2KS ini karena panggilan identitasnya sendiri sebagai Lembaga Pendidikan yang mau menghasilkan pemimpin dan pelayan masyarakat, terlebih dengan keilmuan Filsafat dan Teologi. Himbauan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri no. 30 tahun 2021 sungguh sejalan dengan visi dan misi Sekolah Tinggi yang terpanggil untuk menghargai harkat martabat manusia setinggi-tingginya dan menjadi pembela Hak Asasi Manusia. Kekerasan seksual hendaklah tidak terjadi di kalangan kampus kita, meskipun kita sadar bahwa kita pun tidak terluput dari godaan dan cobaan semacam  itu. Demikian sambutan Ketua STFSP membuka acara ini.

Diundang pada kesempatan ini juga para mahasiswi STFSP dan diwajibkan para mahasiswa-mahasiswi tingkat 2 untuk hadir dalam kesempatan ini. Para mahasiswa/mahasiswi tingkat 2 adalah calon pengajar pada sekolah-sekolah di Manado dan sekitarnya yaitu pada praktek Katekse/Mengajar agama. Acara ini menjadi sekaligus pembekalan dan sosialisasi bagi mereka. Demikian pula para karyawan STFSP dan sebagian dosen lain turut terlibat.

Selanjutnya acara dimoderatori oleh Frater Devid Abram, S.Fil, MSC yang mengatur alur komunikasi diskusi. Para penguji sendiri sepakat bahwa pengujian ini tidak hanya bertujuan untuk menjaring calon anggota panitia seleksi yang lebih bersifat temporer, tetapi lebih jauh mengarah pada pembentukan Satuan Tugas P2KS. Dengan demikian akan diuji juga komptensi, sikap dan pengetahuan praktis para calon sebagai SATGAS nantinya.

Pada sesi pertama ditanyakan soal motivasi dari para calon dan pengetahuan para calon tentang pentingnya SATGAS P2KS ini. Para calon umumnya sangat termotivasi dengan Satgas ini, karena tujuannya yang sangat luhur. Antara lain mereka berpendapat bahwa satgas ini bertujuan untuk menciptakan suasana studi yang penuh kemerdekaan, dimana hak-hak para sivitas akademika dihargai dan dijunjung tinggi. Yang lain mempunyai motivasi untuk mendampingi para korban, agar mereka mempunyai tempat yang nyaman ketika mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. Ada pula yang menyebut bahwa mereka ingin membela hak kaum perempuan, agar hak perempuan dihargai secara sama.

SATGAS ini juga dirasa sangat penting. Satgas akan menjadi tempat yang aman bagi semua sivitas akademik untuk bersharing dan mengadukan kalau terjadi kasus. Tetapi Satgas terutama adalah untuk membuat pencegahan yang perlu agar semua tindak kekerasan seksual tidak terjadi di kampus ini. Satgas akan berusaha memberikan sosialisasi dan penyadaran kepada seluruh masyarakat akademik, sekaligus akan bertugas sebagai pelindung para korban dan menangani kasus yang ada secara tepat.

Ketika ditanya mengenai banyaknya korban yang tidak melapor, umumnya para calon mengangkat kemungkinan adanya ancaman baik secara langsung maupun secara tak langsung. Untuk itu harus ada pendekatan-pendekatan yang khusus dan bervariasi agar para korban bisa berbicara. Korban harus bisa SPEAK UP, begitu kata beberapa calon. Maka perlu ada beberapa metode, antara lain membangun kepercayaan, mungkin melalui teman, atau orang tua atau dengan cara-cara lain yang sesuai. Selain itu juga sosialiasi dan jaminan kerahasiaan bagi pelapor serta bagi korban. Keberpihakan  pada korban harus nampak, sehingga tidak ada korban yang merasa justru dimanfaatkan atau disalahkan.

Para calon pada umumnya tidak setuju kalau kampus hanya menyembunyikan kasus dan memendam karena takut nama kampus tercemar. Justru kampus harus menangani dengan serius dan baik. Nama kampus tidak akan rusak kalau kasus-kasus ditangani dengan baik. Itu akan lebih berguna bagi kampus daripada dengan menyembunyikan kasus-kasus itu. “Bagaikan ranting kalau busuk dan disimpan itu malah berbahaya,” kata seorang calon, “yang busuk harus dipangkas dengan tegas!”

Pada akhir acara diberi kesempatan bagi para mahasiswa dan mahasiswi yang hadir untuk mengajukan pertanyaan yang kemudian ditanggapi oleh para penguji, ibu Vivi dan Bapak Paulus. Para penguji sungguh-sungguh merasa puas dengan pengetahuan dan kemampuan para calon dan memberikan rekomendasi positif kepada semua calon.

Acara berlangsung hingga pukul 12.30. Juga para mahasiswa serta karyawan yang menghadiri acara ini merasa sungguh diperkaya dengan pengetahuan dan pencerahan melalui acara ini.

Galeri Foto

Posted in Berita STFSP, Tak Berkategori

Related Posts