Menu Tutup

Workshop Etika Kristiani dan Hukum Humaniter Internasional

Pineleng, 26 Agustus – 6 September 2021

Sejak tanggal 26 Agustus 2021 sampai 6 September 2021, STFSP mengadakan Workshop Etika Kristiani dan Hukum Humaniter Internasional yang diikuti semua Civitas Academica. Workshop ini terselenggara atas kerja sama antara STFSP dan ICRC (International Committee of the Red Cross) atau yang lebih akrab dengan istilah Palang Merah Internasional.

Hadir dalam pembukaan antara lain Ibu Dr. Flora Kalalo mewakili Ketua PMI Daerah Manado. Beliau adalah Ketua Bidang Organisasi dan juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi. 

Workshop ini dilatarbelakangi oleh adanya keprihatinan akan situasi dunia dan banyak tempat yang terlibat dalam konflik, baik terbuka maupun tersembunyi. Di tengah situasi itu terdapat sebuah Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law – IHL) yang mengatur perilaku dalam perang dan menjamin perlindungan bagi rakyat sipil dan pihak-pihak yang menjadi korban dalam perang. Hukum dalam situasi perang ini (ius in bello) berbeda dari Hukum Hak Asasi Manusia, dan sudah diratifikasi hampir semua negara di dunia dalam suatu pertemuan di Jenewa tahun 1949.

Dirunut ke belakang, kepedulian untuk melindungi korban perang adalah buah inspiratif dari Henry Dunant, yang tersentuh hatinya ketika menyaksikan nasib para kurban pertempuran di Solferino (1859). Ketergerakan hatinya mendorongnya untuk melayani orang-orang ini tanpa pandang bulu dan tanpa berpihak kepada pihak manapun yang sedang bertikai. Dari ketergerakan hati inilah lahir sebuah organisasi bernama Palang Merah Internasional (International Committee of Red Cross – ICRC) pada tahun 1863 sebagai sebuah organisasi kemanusiaan yang netral dan berfokus pada perlindungan korban. ICRC inilah yang mendapatkan mandate untuk menjamin terlaksananya HHI.

Dalam rangka peringatan 70 tahun kesepakatan Jenewa, ICRC yang sudah berpengalaman ini, melihat bahwa kerjasama dengan berbagai pihak sangat penting. ICRC sebagai organisasi independen dan netral ingin menjangkau sebanyak mungkin pihak demi edukasi tentang pentingnya hukum humaniter internasional dalam situasi konflik. Terutama sekali adalah para pemimpin agama, sebuah peranan strategis yang akan didengarkan oleh banyak pihak. STFSP beruntung mendapat kesempatan untuk bekerja sama dengan ICRC. STFSP sebagai lembaga pendidikan para calon pemimpin dan tokoh agama Katolik adalah salah satu mitra kerja sama ICRC dengan lembaga religius. Lokakarya ini juga menjadi bekal yang baik bagi civitas academica STFSP agar dapat mengenal situasi konflik serta bagaimana pentingnya Hukum Humaniter Internasional ditegakkan. Sebagai calon pemimpin beriman Kristiani semuanya itu dikaitkan dengan pandangan moral atau Etika Kristiani.

Lokakarya ini berlangsung dalam tiga sesi dalam tiga hari yang berbeda: 26 Agustus, 30 Agustus, dan 6 September 2021. Oleh karena situasi pandemi, maka lokakarya inI berlangsung daring via Zoom. Selain dihadiri oleh para dosen dan mahasiswa, tapi juga berlangsung dalam kerja sama dengan pihak ICRC. Para pembicara dalam workshop ini datang dari berbagai kalangan. Dari pihak ICRC ada Dominic Earnshaw (ICRC Regional Coordinator for Humanitarian Affairs in Asia), Novriantoni Kaharuddin (ICRC Networking Adviser), Christian Donny Putranto, (ICRC Legal Advisor), Budi HernawanSahar Haroon (ICRC Regional Legal Adviser). Dari pihak akademisi ada Rm. Bagus Laksana SJ dari Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Bapak Ihsan Ali-Fauzi dari Pusat Studi Agama dan Demokrasi Paramadina (PUSAD-Paramadina), dan Bapak Gregorius Michael Nainggolan dari Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado). Dari STF Seminari Pineleng ada Pastor Gregorius Hertanto Dwi Wibowo dan Pastor Barnabas Ohoiwutun. Sementara itu Pastor Stenly Pondaag dan Pastor Hermas Asumbi, terlibat sebagai moderator bersama teman-teman dari ICRC.

Seminar berlangsung dalam dua bahasa, Inggris dan Indonesia. Meski keterbatasan virtual, acara berlangsung dengan baik sesuai direncanakan. Dari sesi pertama, para peserta lokakarya sudah diajak oleh Bapak Novrianto untuk mengenal apa itu ICRC dan perjuangan serta usaha yang digalakkan. Sesi kedua (30 Agustus 2021) Bapak Donny Putranto memperdalam lagi materi tentang Hukum Humaniter Internasional dengan mengangkat hasil refleksi yang dibuat oleh mahasiswa. Ceramah itu disambung dengan Kuliah Umum dari Dominic Earnshaw mengenai Panorama Konflik di Asia. Acara dilanjutkan dengan Diskusi Panel tentang IHL dalam hubungannya dengan Etika Kristiani oleh Budi Hernawan, Rama Bagus Laksana dan Rama Gregorius Hertanto. Akhirnya pada sesi yang ketiga (6 September 2021) para peserta workshop diajak untuk berdiskusi tentang situasi perang di zaman sekarang, serta bagaimana peran serta agama dan rohaniwan dalam pencegahan konflik serta tantangan yang dihadapi dalam realisasi nilai kemanusiaan. Tampil sebagai pembicara Bapak Dominic Earnshaw, Bapak Ihsan Ali-Fauzi dan Pastor Barnabas Ohoiwutun pada Diskusi Panel pertama. Diskusi Panel Kedua pada siang harinya menampilkan Miss Sahar Haroon dari Pakistn, sebagai Divisi Hukum ICRC di Asia serta Bapak Gregorius Nainggolan. Peran ICRC dalam konflik diangkat lagi, khususnya dalam pendekatan hukum dan kemanusiaannya. Hal sama ditekankan lagi oleh Bapak Nainggolan yang memberi tantangan bagi pendekatan baru dalam kurikulum pendidikan calon pemuka agama.

Seminar berlangsung dalam dua bahasa, Inggris dan Indonesia. Meski keterbatasan virtual, acara berlangsung dengan baik sesuai direncanakan. Dari sesi pertama, para peserta lokakarya sudah diajak oleh Bapak Novrianto untuk mengenal apa itu ICRC dan perjuangan serta usaha yang digalakkan. Sesi kedua (30 Agustus 2021) Bapak Donny Putranto memperdalam lagi materi tentang Hukum Humaniter Internasional dengan mengangkat hasil refleksi yang dibuat oleh mahasiswa. Ceramah itu disambung dengan Kuliah Umum dari Dominic Earnshaw mengenai Panorama Konflik di Asia. Acara dilanjutkan dengan Diskusi Panel tentang IHL dalam hubungannya dengan Etika Kristiani oleh Budi Hernawan, Rama Bagus Laksana dan Rama Gregorius Hertanto. Akhirnya pada sesi yang ketiga (6 September 2021) para peserta workshop diajak untuk berdiskusi tentang situasi perang di zaman sekarang, serta bagaimana peran serta agama dan rohaniwan dalam pencegahan konflik serta tantangan yang dihadapi dalam realisasi nilai kemanusiaan. Tampil sebagai pembicara Bapak Dominic Earnshaw, Bapak Ihsan Ali-Fauzi dan Pastor Barnabas Ohoiwutun pada Diskusi Panel pertama. Diskusi Panel Kedua pada siang harinya menampilkan Miss Sahar Haroon dari Pakistn, sebagai Divisi Hukum ICRC di Asia serta Bapak Gregorius Nainggolan. Peran ICRC dalam konflik diangkat lagi, khususnya dalam pendekatan hukum dan kemanusiaannya. Hal sama ditekankan lagi oleh Bapak Nainggolan yang memberi tantangan bagi pendekatan baru dalam kurikulum pendidikan calon pemuka agama.

Diskusi Panel hari Kedua menampilkan Bapak Budi Hernawan, Rama Bagus Laksana dan Rama Gregorius Hertanto.

Acara ini dipungkasi dengan acara penutupan singkat. Mars STFSP  berkumandang. Pastor Hertanto sebagai Ketua STFSP mengucapkan terima kasih pada ICRC yang telah menyediakan acara yang sangat bermanfaat ini dengan baik. Terima kasih juga disampaikan kepada para pembicara. Begitu pun Bapak Earnshaw menyatakan kegembiraannya dengan diskusi-diskusi yang ada. Beliau sangat menikmatinya dan berharap ke depan bisa bertemu langsung di Pineleng dan melanjutkan kerjasama. Terakhir doa penutup, serta foto bersama. Selamat dan sukses. Semoga Lokakarya ini memberikan bekal yang berguna bagi seluruh civitas academica STFSP. (Laporan Rexi Kawuwung MSC)

Miss Sahar Haroon dari Bagian Hukum ICRC Asia memaparkan implementasi dan tantangan HHI di tingkat Asia dewasa ini. 

Posted in Berita STFSP, Seminar 2

Related Posts