LITURGI SABDA DALAM MISA
Kehadiran Kristus dalam Sabda
Dalam tulisan ini kita akan mendalami makna dan pelaksanaan liturgi sabda dalam ekaristi. Perayaan Ekaristi terdiri dari dua bagian penting: Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Keduanya begitu erat berhubungan sehingga merupakan satu tindakan ibadat. Melalui sabda Kristus hadir di dalam Liturgi: “Ia hadir di dalam sabda-Nya bila Kitab Suci dibacakan di dalam Gereja” (SC 7). Karena itu, ekaristi senantiasa diperkaya dengan sabda Allah. Santapan Sabda Allah dihidangkan secara lebih melimpah kepada umat (SC 51). Bacaan-bacaan dari Alkitab dan nyanyian tanggapan merupakan bagian pokok liturgi sabda. Injil merupakan puncak dari liturgi sabda. Sedangkan, homili, syahadat dan doa umat memperdalam dan menutupnya. Prinsipnya: Bacaan-bacaan dan mazmur tanggapan yang berisi sabda Allah tidak boleh diganti dengan teks lain yang bukan dari Alkitab.
Tempat Pewartaan Sabda Allah
Tempat pewartaan sabda Allah adalah mimbar (ambo). Mimbar sebaiknya dibangun permanen, bukannya “standar” yang dapat dipindah-pindahkan. Mimbar juga ditempatkan sedemikian rupa sehingga pembaca dapat dilihat dan didengar dengan mudah oleh umat. Dalam tradisi liturgi mimbar ditempatkan di sisi kiri altar, dilihat dari posisi umat. Biarpun saat ini posisi ini tidak menjadi keharusan. Mimbar bisa disesuaikan dengan rancangan tata ruang gereja secara menyeluruh.
Pada prinsipnya, bacaan-bacaan, mazmur tanggapan, bahkan Pujian Paskah diwartakan dari mimbar sabda. Homili dan doa umat dapat juga dibawakan dari mimbar. Hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan liturgi sabda hendaknya tidak dibuat di mimbar. Kurang sesuailah kalau petugas-petugas lain seperti komentator, solis atau dirigen umat naik ke mimbar. Pengumuman juga tidak tepat disampaikan dari atas mimbar.
Supaya mimbar dapat berfungsi dengan baik, perlu dibuat cukup besar, sebab kadang-kadang lebih dari satu pelayan harus berdiri bersama di atas mimbar. Mimbar harus dilengkapi juga dengan penerangan yang baik. Sekurang-kurangnya pada hari raya, mimbar dapat dihias secara sederhana, tetapi serasi dan anggun.
Buku-buku untuk mewartakan Sabda Allah
Dalam liturgi sabda kita mengenal yang disebut “buku-buku peran”, atau buku-buku yang dikhususkan untuk peran-peran tertentu. Lectionarium (buku bacaan misa) dikhususkan untuk lektor atau pembaca. Di dalam Lectionarium terdapat semua bacaan misa: bacaan pertama, mazmur tanggapan, bacaan kedua dan Injil.
Antiphonarium dikhususkan bagi penyanyi atau cantor. Buku ini berisikan nyanyian-nyanyian tanggapan. Umat Katolik Indonesia memiliki buku khusus untuk mazmur tanggapan; buku ini diperuntukkan bagi pemazmur.
Yang terpenting adalah buku Injil atau Evangeliarium. Buku ini dikhususkan bagi diakon atau imam lain yang membaca Injil. Evangeliarium berisi hanya Bacaan Injil untuk Hari Minggu dan Hari-hari Raya. Evangeliarium biasanya dirancang secara khusus, dihias dengan gambar dan diberi penghormatan khusus melebihi buku-buku yang lain. Gereja-gereja seharusnya memiliki dan menggunakan buku Injil ini. Evangeliarium selayaknya diserahkan kepada diakon dalam tahbisannya, dan dalam tahbisan uskup diletakkan serta ditahan di atas kepala calon yang terpilih. Dalam perayaan ekaristi meriah, Evangeliarium diarak dalam prosesi, dibawa oleh diakon, atau kalau tidak ada diakon, oleh lektor, dan ditempatkan di atas altar.
Sesuai dengan martabat sabda Allah, buku-buka bacaan resmi tidak boleh diganti dengan edaran-edaran pastoral lain, misalnya dengan lembaran-lembaran yang disusun untuk umat beriman sebagai bahan persiapan atau sebagai bahan renungan pribadi. Praktisnya, kuranglah tepat jika dalam perayaan ekaristi lektor, atau diakon atau imam, membacakan bacaan-bacaan bukan dari lectionarium atau evangeliarium, melainkan dari buku-buku renungan lain.
Tugas pelayanan dalam liturgi sabda
Menurut tradisi liturgi, tugas pelayanan liturgi sabda diserahkan kepada lektor dan diakon. Tugas diakon dalam liturgi sabda adalah membacakan Injil. Kalau dianggap baik, diakon kadang-kadang memberi homili dan membawakan ujud-ujud Doa Umat.
Lektor sebenarnya adalah mereka yang dilantik secara khusus untuk tugas membacakan bacaan dalam perayaan Ekaristi, kecuali bacaan Injil. Mereka adalah orang-orang yang cakap dan dilatih dengan baik agar dapat mewartakan sabda Tuhan dengan baik. Dalam praktik, pelantikan lektor seperti ini belum terlalu lazim di tengah umat, kecuali pelantikan lektor sebagai jenjang imamat yang biasanya dibuat di tempat pembinaan calon imam. Namun umat membutuhkan pembaca, meskipun ia tidak dilantik untuk tugas tersebut. Maka bisa diangkat beberapa orang awam yang cakap dan bersedia menjalankan tugas tersebut. Sering kali mereka yang ditugaskan sebagai pembaca bacaan biasa juga disebut “lektor”.
Selain membacakan bacaan-bacaan, lektor juga boleh membawakan mazmur tanggapan, jika tidak ada pemazmur. Juga kalau tidak ada diakon, lektor boleh membawakan ujud-ujud doa umat, atau membawa Evangeliarium dalam prosesi masuk. Dalam menjalankan tugasnya, lektor, terutama mereka yang dilantik, dan juga petugas-petugas lainnya boleh menggunakan busana liturgi, ialah Alba. Mereka boleh juga menggunakan busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup. Artinya bahwa mereka yang menunaikan tugas membaca hanya atas dasar penunjukan aktual boleh naik mimbar dengan pakaian biasa, asalkan tidak melanggar adat kebiasaan daerah yang bersangkutan.
Pembacaan bukanlah tugas pemimpin (presidensial), melainkan tugas pelayan terkait (ministerial). Itu berarti bahwa imam pemimpin boleh membacakan Injil jika tidak ada diakon atau imam lain yang hadir. Bahkan jika tidak ada lektor atau petugas lain, imam selebran dapat membaca bacaan pertama, mazmur dan bacaan kedua.
Pemazmur adalah seorang yang bertugas menyanyikan mazmur tanggapan dengan atau tanpa ayat ulangan, atau kidung alkitabiah lainnya, Graduale serta Alleluia. Ia pun dapat mengangkat Alleluia dan bait pengantar Injil, bila dirasa baik. Sebagaimana yang sudah disebut, kalau tidak ada pemazmur, lektor boleh juga membawakan mazmur tanggapan.
Beberapa Panduan Praktis Pelayan Liturgi Sabda.
Jika Anda sebagai lektor, hal-hal praktis berikut ini bisa diperhatikan: Lektor menempati tempat duduknya di panti imam bersama dengan para pelayan lain. Tempat duduk petugas hendaknya jelas berbeda dengan kursi klerus. Pada saat membacakan bacaan, lektor maju ke panti imam dan memberikan penghormatan: pertama-tama membungkuk ke arah altar (atau berlutut menghormati altar, jika altar ada di panti imam), lalu membungkuk ke arah selebran, sebelum ia menuju ke mimbar. Lektor mengawali pembacaan dengan mengatakan: Pembacaan dari (…) atau Pembacaan dari surat. Lektor tidak perlu menyebut Bacaan Pertama atau Bacaan Kedua, sebab istilah-istilah tersebut merupakan judul dari sub bagian liturgi sabda.
Pada saat membaca, baiklah jika lektor menempatkan kedua tangannya di atas buku bacaan. Lektor boleh mengatupkan tangan dan diam sejenak sebelum mengucapkan: Demikianlah Sabda Tuhan. Setelah bacaan-bacaan dan mazmur tanggapan, lektor langsung kembali ke tengah-tengah, memberikan penghormatan ke arah altar atau tabernakel, dan membungkuk ke arah selebran sebelum kembali ke tempat duduknya. Jadi tidaklah tepat jika para pembaca berada di seputar mimbar bahkan sampai selesai pembacaan Injil.
Jika Anda sebagai diakon, hal-hal berikut ini bisa diperhatikan: Pertama-tama, diakon membantu mempersiapkan pengukupan. Ia meminta berkat dari pemimpin dan mengambil evangeliarium dari Ambo. Di mimbar Ia membuka buku Injil, menyapa umat dengan berkata atau bernyanyi “Tuhan bersamamu”. Ia melanjutkan: “Pembacaan dari Injil Yesus Kristus menurut (…)”, sambil membuat tanda salib dengan ibu jari tangan kanan di atas teks, kemudian di dahi, bibir dan dada. Kemudian ia mengukupi Injil dengan tiga kali ayunan ganda: di tengah-tengah, di bagian kiri dan kemudian di bagian kanan. Sebelum dan sesudah mengukupi Injil, diakon membungkuk hormat. Diakon membaca Injil dengan tangan terkatup seperti biasanya.
Jika Anda pelayan altar atau misdinar, hal-hal berikut ini boleh diperhatikan: Pada akhir bacaan kedua (atau pada akhir mazmur tanggapan jika hanya ada satu bacaan), pelayan boleh mengambil buku bacaan (lectionarium) dari ambo dan menempatkannya di tempat yang sesuai atau di meja kredens. Terkecuali, jika lectionarium akan dipakai untuk bacaan Injil.
Segera sesudah Alleluia / Bait Pengantar Injil dinyanyikan, para pelayan bersiap-siap menjalankan tugasnya. Pembawa lilin mengambil lilin ditempatnya, dan menuju bagian tengah menghadap altar. Petugas lain mengambil ukupan dan navikula di sakristi dan berjalan menuju ke selebran utama. Sesudah imam selesai mempersiapkan dupa sebagaimana lazimnya, pembawa dupa menundukkan kepada ke arah selebran dan pergi ke tengah-tengah di depan atau di samping altar, di mana dua pelayan pembawa lilin sudah menunggu. Jadi lilin hanya dipakai pada saat pembacaan Injil. Sesudah memberikan penghormatan ke arah altar dengan menundukkan kepala, mereka menuju ke mimbar. Dalam misa meriah, pembawa ukupan dan pembawa lilin menghantar prosesi Injil ke mimbar. Selama pembacaan Injil, pembawa lilin berdiri di kedua sisi mimbar, salib berhadapan. Pembawa ukupan berdiri di sisi kanan diakon atau imam pembawa Injil.
Jika tidak digunakan untuk berkhotbah, Evangeliarium atau lectionarium ditempatkan di rak penyimpanan di bawah mimbar atau memberikannya kepada pelayan untuk menaruhnya di meja kredens.