Mengenal Upacara Sakramen dan Sakramentali
Kita memiliki tradisi perayaan liturgi yang sangat kaya. Kekayaannya dapat kita lihat antara lain melalui perayaan Sakramen-sakramen dan juga Sakramentali. Apa itu Sakramen dan Sakramentali? Sebelum kita membahasnya lebih lanjut, marilah kita menyimak dua situasi berikut ini.
Situasi 1 (Upacara Pembaptisan dalam misa hari Minggu):
Dalam misa pada hari Minggu, sesudah homili imam mengundang orang tua calon baptis dan wali baptis untuk tampil ke depan. Upacara pembaptisan dimulai sebagaimana biasanya. Pada inti upacara, imam menuangkan air tiga kali atas kepala anak sambil mengucapkan “Aku membaptis engkau demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Menyusul ritual lainnya: Pengurapan dengan minyak krisma, penyerahan pakaian pembaptisan dan penyerahan lilin. Sesudah upacara pembaptisan selesai, imam melanjutkan perayaan Ekaristi sebagaimana biasanya.
Situasi 2 (Pemberkatan Rosario dan Patung Maria sesudah misa):
Sesudah misa seorang umat datang kepada imam di sakristi sambil membawa rosario dan patung Bunda Maria untuk diberkati. Imam mengucapkan doa berkat sambil mengulurkan tangannya dan memberkati benda-benda rohani itu sambil membuat tanda salib. Sesudah itu, ia mereciki benda-benda itu dengan air berkat.
Dua situasi di atas sebenarnya menggambarkan dua bentuk perayaan ibadat yang berbeda. Situasi pertama adalah sebuah perayaan Sakramen, sedangkan situasi yang kedua dikategorikan sebagai Sakramentali. Kita akan membahasnya lebih lanjut dalam tulisan ini.
Sakramen-sakramen
Dalam Gereja Katolik, istilah sakramen menunjuk pada 7 sakramen yang ditetapkan oleh Gereja sejak Konsili Lyon II pada tahun 1274. Ketujuh sakramen itu adalah permandian, ekaristi, krisma, perkawinan, pertobatan, tahbisan, pengurapan orang sakit. Tujuh sakramen bukanlah kebetulan. Angka tujuh merupakan simbol kesempurnaan. Mengapa tujuh sakramen itu yang ditetapkan oleh Gereja, dan bukan yang lain? Secara tradisional, ada dua kriteria bagi penetapan sakramen. Kriteria pertama adalah sakramen-sakramen tersebut harus berdasar pada penetapan oleh Yesus sendiri. Gereja meyakini bahwa Yesus sendiri yang menetapkan ketujuh sakramen Gereja. Kriteria yang kedua adalah bahwa dalam perayaan liturgi, sakramen-sakramen selalu memiliki dua elemen: 1) tindakan simbolis, dan 2) kata-kata yang menjelaskan tindakan tersebut. Kita mengambil contoh Sakramen pembaptisan. Tindakan simbolis dari sakramen pembaptisan adalah imam menuangkan air tiga kali kepada orang yang dibaptis. Lalu, ada kata-kata yang menjelaskan tindakan tersebut. Pada saat menuangkan air, imam berkata: (nama calon baptis), aku membaptis engkau, demi nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus.
Menurut ajaran resmi Gereja Katolik, istilah sakramen dimengerti sebagai tanda atau simbol yang kelihatan dari rahmat dan kehadiran Tuhan yang tidak kelihatan. Menurut Katekismus Gereja Katolik, sakramen merupakan tanda berdaya guna dari rahmat, ditetapkan oleh Kristus dan dipercayakan kepada Gereja, melaluinya kehidupan ilahi disebarkan kepada kita. Perayaan-perayaan yang kelihatan dengannya sakramen dirayakan menandakan dan menghadirkan rahmat yang sesuai dengan tiap-tiap sakramen. Sakramen-sakramen menghasilkan buah bagi mereka yang menerimanya dengan disposisi batin yang sesuai. Di dalam sakramen-sakramen Kristus hadir, sehingga jika seorang membaptis, maka Kristus sendirilah yang membaptis (bdk. SC 7, 59, 61).
Sakramen-sakramen adalah perayaan resmi Gereja. Maka, sebelum merayakan sebuah Sakramen, Gereja selalu bertanya apa yang membuat perayaan sakramen itu sah atau valid? Ajaran tradisional Gereja Katolik mengatakan bahwa sakramen itu dirayakan secara sah jika materi dan forma sakramen terpenuhi atau dibuat. Sebagai contoh, materi (materia) Sakramen Pembaptisan adalah air, sedangkan forma adalah tindakan menuangkan air tiga kali kepada calon baptis diiringi dengan rumusan Aku membaptis Engkau demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Namun, sakramen tidak hanya dibatasi pada pemenuhan materia dan forma atau pada pertanyaan tentang keabsahannya. Sakramen adalah tindakan peribadatan yang terdiri dari banyak elemen, baik verbal (pembacaan Kitab Suci dan teks-teks doa) maupun non-verbal (umat yang berkumpul, peran pelayan, penggunaan tindakan simbolis, seperti penumpangan tangan atau pengurapan). Elemen-elemen ini memperindah dan memperkaya sebuah perayaan sakramen.
Sakramentali
Sakramentali adalah perayaan-perayaan liturgi atau ibadat yang tidak termasuk ke dalam daftar tujuh sakramen di atas. Bagaimana kemunculannya? Pada abad ke 12, istilah sakramen dipersempit hanya pada tujuh perayaan sakramen. Seiring dengan itu, muncullah istilah sakramentali bagi upacara-upacara liturgi lain yang tidak termasuk dalam daftar tujuh sakramen.
Menurut Konstitusi Liturgi (SC 60), sakramentali adalah tanda-tanda suci yang memiliki kemiripan dengan sakramen-sakramen. Sakramentali itu menandakan karunia-karunia, terutama yang bersifat rohani dan yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja. Melalui sakramentali, hati manusia disiapkan menerima buah utama sakramen-sakramen, dan pelbagai situasi hidup disucikan.
Menurut Katekismus Gereja Katolik, sakramen berbeda dari Sakramentali dalam hal penetapan dan efek (daya guna). Sakramen memberikan rahmat Roh Kudus bagi umat yang menerimanya. Sedangkan, sakramentali memberikan karunia-karunia rohani melalui doa permohonan Gereja. Sakramentali ditetapkan untuk menguduskan pelayan-pelayan tertentu di dalam Gereja, status kehidupan, situasi-situasi dalam hidup Kristiani, benda-benda rohani yang berguna bagi umat.
Perayaan sakramentali selalu mencakup doa yang sering kali diiringi dengan sebuah tanda atau tindakan tertentu, seperti penumpangan tangan, tanda salib, atau pemercikan air suci. Efek atau daya guna dari perayaan sakramentali pertama-tama rahmat yang aktual. Melalui sakramentali, umat beriman memperoleh rahmat pengudusan. Selain itu, sakramentali berdaya guna juga sebagai perlindungan terhadap pengaruh iblis atas orang atau benda tertentu. Yang berikut, sakramentali menghasilkan rahmat demi kebaikan rohani orang yang menerimanya.
Mana saja perayaan ibadat yang termasuk sakramentali? Ada dua tipe sakramentali. Yang pertama adalah sakramentali sebagai benda atau objek, misalnya air suci, lilin, abu, daun palma. Yang kedua adalah sakramentali sebagai sebuah tindakan, misalnya pemberkatan rumah, pengusiran setan, dan lain-lain. Dokumen liturgi memberikan daftar terbatas perayaan sakramentali: Pemberkatan secara umum (SC 79), pengikraran kaul religius (SC 80), upacara pemakaman (SC 81), penguburan anak-anak (SC 81). Dalam perkembangan kemudian, daftar upacara sakramentali diperluas. Bahkan upacara-upacara sakramentali tertentu dilengkapi dengan buku upacara liturgi, misalnya pemberkatan Abas (pemimpin biara monastik), pelantikan lektor dan akolit, pemberkatan gereja dan altar, pemberkatan minyak, pemahkotaan gambar perawan Maria, dan juga upacara-upacara pemberkatan lainnya sebagaimana yang termuat dalam buku upacara pemberkatan (benedictionale). Beberapa dari perayaan sakramentali tidak harus dibuat oleh mereka yang menerima kuasan tahbisan (uskup, imam, diakon). Umat awam juga bisa merayakan atau memberikannya, misalnya orang tua memberkati anak-anaknya atau pemimpin umat berdoa mohon berkat bagi anggota umat yang sakit.
Pembacaan Sabda Allah merupakan bagian yang sangat penting dalam upacara sakramentali. Rahmat dan daya guna upacara sakramentali berasal dari Sabda Allah dan doa permohonan Gereja. Oleh karena itu, pembacaan Sabda Allah selalu ada di dalam upacara-upacara sakramentali, jika dibuat di luar perayaan ekaristi. Dalam upacara-upacara pemberkatan, sebagaimana yang terdapan dalam Buku Pemberkatan, Sabda Allah dan Doa Umat merupakan elemen yang sangat penting.
Upacara sakramentali bersumber dari perayaan sakramen. Namun, sakramentali menambah, melengkapi dan memperluas daya guna Ekaristi dan sakramen-sakramen lain. Selain itu, ada situasi-situasi tertentu yang berpengaruh pada kehidupan pribadi-pribadi, keluarga, masyarakat atau bangsa yang membutuhkan doa Gereja dan berkat Allah. Situasi-situasi seperti ini tidak secara langsung dapat ditangani oleh perayaan sakramen. Misalnya, ada orang yang sementara sakit berat. Ada situasi di mana penerimaan sakramen pengurapan orang sakit tidak memungkinkan atau membutuhkan waktu lama untuk menghubungi imam. Tindakan pertama yang bisa dilakukan adalah upacara sakramentali, yakni mendoakan orang yang sakit. Sebelum tidur, orang tua bisa memberikan doa berkat dan tanda salib bagi anaknya. Tindakan sederhana ini adalah bentuk sakramentali. Dan semua orang yang berkehendak baik bisa melakukannya. Kita tidak harus merayakan ekaristi untuk memberkati kendaraan bermotor atau memberkati peralatan pertanian. Dalam situasi ini, kita percaya bahwa berkat dan rahmat dari Tuhan akan diperoleh melalui Sabda Tuhan dan Doa Permohonan Gereja, dan tidak hanya melalui orang yang ditahbiskan. Itulah keunikan dari perayaan sakramentali.