Menu Tutup

RITUS PERSIAPAN PERSEMBAHAN DALAM MISA

Dalam tulisan ini kita hendak membahas tentang ritus persiapan persembahan dalam Misa. Pertanyaannya adalah apa yang dibuat oleh selebran dan umat pada bagian ini? Apakah ritus persiapan persembahan sekedar sebuah “persiapan, ataukah ada makna rohani yang lebih dalam di balik itu?

Inti Ritus Persiapan Persembahan

Liturgi Ekaristi dimulai dengan ritus Persiapan Persembahan (offertorium). Inti ritus ini terletak pada tindakan ini: Roti dan Anggur serta air dibawa ke altar dan selebran bersama dengan pelayan lain menyambutnya dan meletakkannya di atas altar (PUMR 72). Yang dibuat oleh Gereja bersesuaian dengan tindakan Yesus sendiri pada malam perjamuan terakhir: Ia mengambil roti dan piala berisi anggur. Mungkin lebih tepat jika ritus ini dibandingkan dengan perjamuan pesta Yahudi. Seorang pelayan meja membawa roti dan meletakkannya di hadapan bapak keluarga. Ia mengambil roti itu dan mengucapkan doa di atasnya. Hal yang sama berlaku untuk anggur.

Persiapan Altar

Altar atau meja Tuhan yang merupakan pusat seluruh Liturgi Ekaristi disiapkan (PUMR 73). Biasanya persiapan altar dibuat oleh diakon atau akolit, atau petugas awam lainnya. Selebran tidak terlibat dalam persiapan. Ia tetap duduk di tempatnya (PUMR 190). Begitu juga seluruh umat duduk. Persiapan altar itu terjadi dalam suasana hening. Nyanyian persiapan persembahan belum dibawakan. Keheningan menandai peralihan dari Liturgi Sabda ke Liturgi Ekaristi. Diakon atau akolit atau pelayan awam lain menata korporale, purifikatorium, palla, Misale dan piala di atas altar (PUMR 139). Korporale dibentangkan di atas altar. Tindakan ini juga menandai peralihan dari liturgi sabda ke liturgi Ekaristi. Pusat perayaan beralih dari ambo ke altar.

Piala tidak dibawa di dalam perarakan, melainkan ditaruh di atas altar pada saat persiapan. Mengapa demikian? Karena piala itu biasanya kosong, belum berisi anggur. Kecuali, jika piala sudah diisi dengan anggur sebelum perayaan, maka piala yang berisi anggur itu bisa dibawa dalam perarakan. Namun, praktik ini sangat jarang dibuat. Tidak ada tindakan khusus untuk membawa Misale ke altar. Cukuplah bahwa pelayana meletakkan Misale diletakkan di atas altar sesudah ia membentangkan korpolare di atasnya. Biasanya disiapkan juga tempat khusus untuk menaruh Misale atau buku Tata Perayaan Ekaristi.

Pantaslah juga disinggung sebuah pertimbangan praktis. Dengan persiapan persembahan, altar menjadi pusat perayaan. Logisnya adalah lilin-lilin altar nanti dinyalakan sesudah persiapan altar selesai atau sesudah korporale dibentangkan di atas altar. Hal yang sama juga dibuat pada bagian Liturgi Sabda. Pembacaan Injil diapit oleh dua pelayanan yang memegang lilin bernyala.

Bahan persembahan dibawa ke altar

Sesudah persiapan selesai, bahan persembahan dibawa ke altar (PUMR 73). Selebran berdiri.  Dengan didampingi oleh diakon atau pelayan lain ia menuju ke depan altar untuk menyambut bahan persembahan. Sebaiknya umat sendirilah yang membawa bahan persembahan. Dengan demikian, partisipasi umat di dalam liturgi diungkapkan secara jelas (PUMR 140). Perarakan bahan persembahan dimulai dari pintu masuk Gereja. Di situ ada sebuah meja di mana bahan-bahan persembahan lainnya sudah disiapkan. Pelayan mendampingi umat yang membawa bahan persembahan menuju altar: roti, anggur dan air serta bahan-bahan persembahan. Selebran menyambut bahan persembahan. Diakon atau pelayan lainnya menaruh bahan persembahan roti dan anggur serta air di atas altar. Sedangkan, bahan persembahan lain ditaruh di tempat yang sesuai, dan bukan di altar.

Lagu persiapan persembahan (cantus ad offertorium) dinyanyikan pada saat perarakan bahan persembahan dimulai. Sebab, inilah fungsi dari lagu persiapan persembahan: Mengiringi perarakan bahan persembahan. Namun, nyanyian persiapan persembahan bisa dinyanyikan juga biarpun tidak ada perarakan persembahan dalam misa. Dalam PUMR 74 teks bahasa latin agak kurang tepat diterjemahkan. Missale Romanum mengatakan “Cantus potest semper ritus ad offertorium sociare, etiam sine processione cum donis”. Terjemahan harafiahnya: “Nyanyian dapat selalu mengiringi ritus persembahan, juga tanpa perarakan dengan bahan-bahan persembahan”. Dalam PUMR 74, kalimat di atas diterjemahkan “Kalau tidak ada perarakan persembahan, tidak perlu ada nyanyian”. Sebagai catatan: Nyanyian persiapan persembahan selesai jika bahan-bahan persembahan sudah tertata di atas altar. Sesudah itu selebran mengajak umat dengan orate fratres: “Berdoalah saudara-saudari”.

Kolekte / Derma

Umat mengantar dan mengumpulkan uang atau persembahan lain untuk orang miskin atau untuk Gereja (PUMR 73). Tindakan ini memiliki makna rohani yang sangat mendalam, yakni hubungan yang sangat erat antara ekaristi dan diakonia (pelayanan kepada sesama).

Hubungan yang erat antara perjamuan Tuhan dan diakonia dilukiskan secara sangat jelas dalam Injil Yohanes, terutama dalam kisah pembasuhan kaki (Yoh 13). Sesudah perjamuan, Yesus melakukan diakonia atau pelayanan kepada murid-murid-Nya dengan membasuh kaki mereka. Yesus meminta mereka untuk melakukan hal yang sama. Dalam 1 Kor 11 Paulus menekankan hubungan yang tak terpisahkan antara perjamuan (ekaristi) dan kasih kepada sesama (diakonia). Pesan Paulus sangat jelas: siapa yang mengabaikan sesamanya, ia menyambut tubuh Tuhan dan minum piala secara tidak pantas. Jemaat Kristen awal selalu merayakan ekaristi bersama-sama dengan perjamuan makan atau agape (perjamuan cinta kasih). Perjamuan makan ini merupakan ungkapan perhatian kasih kepada sesama yang miskin. Dalam perkembangan kemudian, perjamuan makan tidak lagi menjadi bagian dari perayaan ekaristi. Wujud diakonia atau kasih kepada sesama diungkapkan atas cara yang lain, yakni melalui kolekte atau derma.

Tidak ada ekaristi tanpa ungkapan nyata kasih dan perhatian kepada sesama. Dimensi diakonia ini terungkap dalam ritus offertorium. Jadi, ritus ini bukan sekedar tindakan persiapan. Melalui ritus ini Gereja melakukan apa yang diperintahkan Yesus pada malam perjamuan terakhir: “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:15).

Roti dan Anggur disiapkan di altar

Roti dan anggur sudah siap di atas altar. Selebran mengunjukkan bahan persembahan dengan tindakan dan kata-kata. Ia mengangkat sedikit patena dan roti di atasnya sambil mengucapkan doa berikut: “Terpujilah Engkau, ya Tuhan, Allah semesta alam, sebab dari kemurahan-Mu kami menerima roti yang kami siapkan ini. Inilah hasil dari bumi dan dari usaha manusia yang bagi kami akan menjadi roti kehidupan”. Hal yang sama dibuatnya dengan piala berisi anggur, sambil mengucapkan doa: “Terpujilah Engkau, ya Tuhan, Allah semesta alam, sebab dari kemurahan-Mu kami menerima anggur yang kami siapkan ini. Inilah hasil dari pohon anggur dan dari usaha manusia yang bagi kami akan menjadi minuman rohani”. Apabila tidak ada nyanyian, selebran dapat mengucapkan doa-doa ini dengan suara lantang.

Doa-doa ini sebenarnya mengambil inspirasi dari berakah atau doa berkat atas makanan yang diucapkan oleh orang-orang Yahudi sebelum makan. Doa imam ini memiliki makna rohani yang sangat mendalam. Di dalam doa-doa ini terungkap inti dari Ekaristi, yakni ucapan syukur atas rahmat ciptaan Tuhan. Gereja menyadari bahwa roti dan anggur yang dipersembahkan untuk ekaristi adalah hasil dari kemurahan Sang Pencipta. Sekaligus, ini adalah sebuah pengakuan bahwa segala sesuatu yang kita terima adalah milik Tuhan. Dalam ekaristi, Gereja mempersembahkan kepada Tuhan hasil karya ciptaan-Nya. Roti dan anggur sebagai buah ciptaan dikuduskan di dalam ekaristi sehingga boleh menjadi makanan dan minuman rohani. Seluruh ciptaan dilibatkan juga di dalam ekaristi. Sehingga ekaristi memiliki dimensi kosmis. Ekaristi menyadarkan kita bahwa segala alam ciptaan dikuduskan artinya dikhususkan bagi Tuhan. Ekaristi meluputkan ciptaan dari penggunaan sewenang-wenang dan egoisme manusia.

Imam dapat mendupai bahan persembahan yang sudah disiapkan di atas altar. Pedupaan itu melambangkan persembahan dan doa Gereja yang naik ke hadirat Allah seperti kepulan asap dupa (PUMR 75). Pedupaan sekaligus menegaskan bahwa bahan persembahan ini akan dikhususkan atau dikuduskan untuk perayaan ekaristi.

Doa Persiapan Persembahan

Ritus persiapan persembahan ditutup dengan Doa Persiapan Persembahan. Doa ini sekaligus mengantar kepada Doa Syukur Agung (PUMR 77). Dulunya, istilah yang dipakai adalah “doa atas bahan persembahan” (oblatio super oblata). Doa ini disampaikan oleh selebran dalam hati. Sekarang, selebran menyampaikan doa ini dengan suara nyaring. Sebenarnya, inti dari doa atas bahan persembahan ini adalah permohonan supaya Tuhan menerima persembahan Gereja. Motif indah lainnya adalah supaya melalui persiapan persembahan ini kita juga mengungkapkan kesiap-sediaan untuk membaktikan hidup harian kita kepada Tuhan, dan bahwa kita sendiri boleh mempersembahkan diri sebagai persembahan yang hidup dan berkenan pada-Nya (Rom 12:1). Ciri khas dari bagian penutup doa ini adalah penutup yang bersifat kristologis. Doa selalu diakhiri dengan “Demi Kristus Tuhan kami”.

 

Apakah Ritus Persiapan Persembahan hanya sekedar “persiapan”? Ternyata tidak! Ritus ini menampilkan secara jelas partisipasi aktif umat di dalam liturgi. Bersama dengan imam, umat sendiri mempersembahkan kurban, baik kurban rohani maupun material, kepada Tuhan dalam ekaristi. Hubungan yang sangat erat antara ekaristi  dan diakonia atau pelayanan kepada sesama merupakan juga nilai rohani yang terungkap dalam ritus ini. Dan, syukur dan terima kasih atas ciptaan Tuhan menjadi momen yang sangat berharga dari ritus persiapan persembahan. Gereja mengakui bahwa roti dan anggur adalah hasil karya ciptaan Tuhan yang dikuduskan dalam perayaan ekaristi agar boleh menjadi makanan dan minuman rohani.

(Stenly Vianny Pondaag MSC)