Pineleng, 25 Januari 2021
Tema Persahabatan akhir-akhir ini sedang naik daun dan ramai diperbincangkan. Adalah Deklarasi Abu Dhabi yang diterbitkan tanggal 4 Februari 2019 yang turut memicu perbincangan ini. Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together, atau dikenal dengan Deklarasi atau Kesepakatan Abu Dhabi merupakan kesepakatan yang ditanda tangani oleh Paus Fransiskus dari Gereja Katolik dan Sheikh Ahmed el-Tayeb, Imam besar Al-Azhar, di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Sejak saat itu semua agama membicarakan pentingnya membangun persahabatan, karena sebagai manusia kita semua bersaudara. Kemanusiaanlah yang membuat kita tidak boleh menyakiti dan sekaligus menjadi dasar membangun hidup lebih bermartabat.
Lebih lagi tema ini menguat dengan dokumen Fratelli Tutti, oleh Paus Fransiskus tanggal 3 Oktober 2020. Persahabatan diangkat lagi dan perjumpaan antarmanusia menjadi penting: “Hidup merupakan “seni perjumpaan” dengan setiap orang, bahkan dengan orang-orang di pinggiran dunia dan dengan bangsa-bangsa asli, karena “masing-masing dari kita bisa belajar sesuatu dari yang lain. Tak seorangpun tidak berguna dan tak seorangpun bisa disingkirkan”. Paus memberi catatan khusus tentang mukjizat “kebaikan hati”, suatu sikap untuk dipulihkan kembali karena merupakan bintang “yang bersinar di tengah-tengah kegelapan” dan “membebaskan kita dari kekejian…kecemasan…keramaian yang gila-gilaan” yang menonjol di era sekarang ini.” (dikutip dari https://www.dokpenkwi.org/2020/10/06/ringkasan-ensiklik-fratelli-tutti/)
Tema ini tak pelak bergema juga di lingkungan STF Seminari Pineleng. Kebetulan sekali salah satu dosen STF mempunyai kerinduan membangun sebuah Teologi Persahabatan sebagai sebuah sumbangan khas bagi proses berteologi Indonesia. Adalah Pst. Dr. Paul Richard Renwarin, nama dosen tersebut yang mendorong STF Seminari PIneleng membahas lebih mendalam teologi ini. Persahabatan itu lebih daripada kekeluargaan atau kekerabatan. Tuhan Yesus sendiri mengajak kita melampaui zona-zona tersebut, dan kebudayaan di Indonesia sendiri mendukung tindakan ini. Torang semua bersaudara, seperti kata orang Manado. Ada lagi istilah paguyuban di Jawa. Semuanya adalah jiwa hidup yang sangat menarik untuk direfleksikan. Lebih pentng lagi, panggilan untuk menjadi sahabat berakar dari panggilan baru Yesus kepada para murid. “Kamu adalah sahabat-sahabat-Ku.” Menjadi sahabat adalah pengangkatan martabat kemanusiaan yang sangat penting, yang berciri bukan hanya human tetapi juga teologal.
Pastor Paul Richard Renwarin, atau sapaan akrabnya Pastor Cardo, mengajar Sosiologi dan Antropologi Budaya di STF Seminari Pineleng. Tanggal 18 Desember 2020 ia merayakan 40 tahun imamatnya. STFSP menyambut moment indah itu dengan menyelenggarakan webinar yang dibuka umum secara nasional dengan menampilkan pembicara-pembicara dari kalangan STF Seminari Pineleng sendiri. Pembicara-pembicara tersebut adalah
1. Dr. Barnabas Ohoiwutun dengan tema: Persahatan menurut Konfusianisme, 2. Antonius Baju Nujartanto, S.S., M.A yang berbicara tentang Persahabatan dalam Relasi Intersubjektif, 3. Amrosius Wuritimur, S.S., Lic.Th. dengan tema Persahabatan Teologis, 4. Dr. Melky Malingkas, S.S., M.Ed yang mengangkat panggilan Imam membangun Persahabatan dan 5. Dr. Stenly V. Pondaag yang berbicara tentang Persahabatan dalam Ritual Kristiani. Acara ini dimoderatori oleh Dr. Ignasius Welerubun, S.S., M.A, yang adalah Kepala LPPM STFSP.
Menurut Moderator, seminar ini sesungguhnya mengarah pada sebuah proyek buku yang segera akan terbit dalam rangka merayakan 40 tahun imamat Pastor Cardo. Buku ini akan menjadi sebuah Festschrift, sebuah kado berbentuk tulisan bagi pestanya.