Istilah imam, Pastor, Romo, imam diosesan, imam tarekat, sudah sangat akrab di telinga orang Katolik. Tahukah anda bahwa istilah itu menunjuk pada hal yang berbeda-beda? Mari kita lihat.
Imam, Pastor dan Romo
Istilah ‘imam’ berkaitan dengan tugas menguduskan. Sebagaimana di banyak agama, tugas imam adalah berdiri di altar dan mempersembahkan kurban bagi Allah untuk keselamatan umatnya. Dalam Gereja Katolik tentulah dimaksudkan kurban ekaristi, yaitu perjamuan kenangan akan kurban Salib Kristus. Yesuslah yang mendirikan perjamuan ini, yaitu saat Ia menyerahkan diri melalui tanda roti dan anggur pada malam menjelang penyaliban-Nya. Karena Yesus yang mempersembahkan kurban, Yesus disebut Imam Agung, tetapi karena Ia mengorbankan diri-Nya, Ia juga serentak menjadi korbanNya. Para imam ambil bagian dalam imamat Yesus ini. Dengan mempersembahkan kurban ekaristi, imam menghadirkan kurban keselamatan Yesus ini dan menguduskan umatnya.
Sebutan Pastor menunjuk tugas penggembalaan. Pastor dalam bahasa Latin berarti gembala. Seorang pastor bertugas memimpin dan membimbing, serta terutama mempersatukan umat. Sebagai gembala, ia wajib mengenal domba-dombanya, memahami kesulitan-kesulitannya dan menuntunnya ke arah yang benar. Tentu saja ia juga harus menuntun umatnya dengan hati yang baik, penuh belas kasih. Teladan semuanya tentulah Yesus, sang Gembala utama yang baik (Yoh. 10). Tugas kegembalaan ini disebut tugas pastoral dan dilaksanakakan bersama seluruh Gereja. Di sanalah ia bekerjasama dengan umat awam, serta imam-imam lainnya, di bawah penggembalaan dari Uskup Diosesan.
Lain lagi sebutan ‘Romo’. Sebutan ini merupakan terjemahan bahasa Jawa dari kata “Pater” (bahasa Latin), atau “Father” (Inggris). Bila sebutan Pater dipakai untuk imam dari kongregrasi religius, sebutan Romo juga seringkali ditujukan hanya untuk para imam praja, untuk membedakan dari Pater tadi. Namun begitu dalam prakteknya, semua imam juga disebut “Romo”. Ini mengungkapkan kedekatan sekaligus relasi yang hangat antara seorang imam dan umat Katolik. Memang dalam budaya Jawa, sebutan Romo mempunyai bobot kekeluargaan dan kebijaksanaan, suatu hubungan yang lebih mengayomi dan sekaligus akrab, dibandingkan sebutan Bapak, yang terasa lebih resmi dan formal.
Karena bahasa berhubungan rasa dan intuisi, seorang imam bisa disebut secara berbeda-beda di setiap daerah. Di daerah tertentu kita ada juga sebutan ‘Bapa’ atau ‘Tuan’.
Imam Diosesan dan Imam Tarekat
Nah, apakah bedanya imam tarekat dan imam diosesan? Kedua-duanya mempunyai banyak kesamaan, sebab secara hakiki, imam ya satu saja, yaitu imam menurut teladan Yesus Kristus, imamat sebagai ambil bagian dalam imamat Yesus Kristus. Syarat untuk menjadi imam sama untuk semua. Demikian pula syarat-syarat mengenai pendidikan yang harus ditempuh. Dalam KHK 1024-1039, disebut antara lain bahwa calon tertahbis harus memiliki kebebasan sepenuhnya, sudah dibina dengan persiapan seksama, mengerti kewajiban-kewajibannya, memiliki iman yang utuh, mempunyai motivasi yang benar, memiliki pengetahuan yang semestinya, nama baik, integritas moral serta dilengkapi dengan keutamaan-keutamaan yang teruji dan kualitas lain sesuai dengan tahbisannya.
Sesudah tahbisan semua imam juga memiliki hak dan kewajiban yang sama (lih. KHK 27-289). Mereka harus taat dan hormat kepada Paus dan Ordinaris masing-masing. Semua bekerja secara terpadu untuk membangun Tubuh Kristus, sehingga harus membentu suatu ikatan persaudaraan dan doa, serta saling bekerjasama (kolegialitas). Mereka masing-masing harus mengusahakan kekudusan, terus belajar ilmu-ilmu suci agar bisa mengajarkan ajaran iman yang benar dengan setia. Mereka semua dituntut untuk hidup sederhana dan menghindari aneka aktivitas dan cara hidup yang tidak sesuai atau membahayakan panggilan mereka (Piet Go, 1996)
Meskipun demikian ada juga perbedaan-perbedaan yang bersifat praktis antara kedua golongan imam ini. Beberapa hal dapat disebut di bawah ini:
1. Keanggotaan dan Inkardinasi
Imam Diosesan adalah imam anggota Keuskupan, sedang imam tarekat adalah imam anggota tarekat atau kongregrasi tertentu. Istilahnya adalah inkardinasi. Imam tarekat diinkardinasikan pada tarekatnya, sedangkan imam diosesan diinkardinasikan di keuskupannya.(Go, 1996)
Kan. 265: Setiap klerikus harus diinkardinasi pada suatu Gereja partikular atau Prelatur personal, atau suatu tarekat hidup-bakti atau suatu serikat yang mempunyai wewenang itu sedemikian sehingga sama sekali tidak diperkenankan adanya klerikus tanpa kepala atau klerikus pengembara.
Tarekat sendiri bisa digolongkan menjadi dua: tarekat religius dan sekular. Dalam tarekat religius para anggotanya mengikrarkan kaul publik sesuai tiga nasehat Injil (KHK 607), sedangkan dalam tarekat sekular anggota-anggotanya meskipun terikat nasihat Injil, mereka tidak mengucapkannya dalam kaul. Mereka mempersembahkan hidup untuk kerasulan, dengan tetap mempertahankan ciri sekularnya.
Nah ada perbedaan sedikit dalam pengaturan pada tarekat sekular. Meskipun ia adalah anggota tarekat sekular, pada saat ditahbiskan ia akan diinkardinasikan ke keuskupan tempat dimana ia ditugaskan. “Anggota tarekat sekular yang menerima tahbisan diakon diinkardinasi pada Gereja partikular, yang harus dilayaninya sesuai dengan pengangkatannya, kecuali berdasarkan kemurahan Takhta Apostolik ia diinkardinasi pada tarekat itu sendiri”(KHK 266 par.3).
2. Janji dan Kaul
Sebelum atau saat tahbisan diakon, semua calon harus mengucapkan 3 janji di depan uskup penahbisnya, yaitu janji selibat, janji untuk berdoa, dan janji untuk taat kepada Uskup. Dengan janji selibat orang mengkhususkan diri bagi Tuhan, agar dapat mengabdi sepenuhnya. Dengan janji doa, khususnya doa brevir, calon imam berjanji mendekatkan diri secara intim dengan Tuhan. Akhirnya dengan janji taat pada uskup imam meletakkan diri dalam kepemimpinan uskupnya. Ia menjadi rekan kerja Uskupnya, dan menyelaraskan diri dengan gerak dan kewibawaan kegembalaan Uskup. Calon imam diosesan berjanji taat pada uskupnya, sedangkan calon imam religious mereka juga berjanji untuk taat pada uskup dimana dia akan ditugaskan.
Janji ini diucapkan oleh semua calon tahbisan, sehingga sampai di sini sama untuk semua. Namun pada imam dari tarekat biasanya dikaitkan juga apa yang disebut kaul, bukan dalam konteks tahbisan imam, melainkan dalam konteks kebiarawanannya. Kaul diucapkan oleh biarawan, jauh sebelum tahbisan, yaitu pada saat pengikraran kaul, atau profesi pertama.(Lopez, 2013) Imam diosesan tidak mengikrarkan kaul.
Isi kaul adalah kemiskinan, ketaatan dan kemurnian. Dengan kaul kemiskinan para biarawan merelakan hak untuk memiliki barang dan harta dan menyerahkan hak itu pada tarekatnya. Dengan kaul ketaatan para biarawan merelakan diri diatur oleh pemimpin tarekat, agar segala talenta dan keutamaan dirinya bisa dimanfaatkan bagi misi tarekatnya. Sedangkan kaul kemurnian membuat biarawan menghidupi selibat dan mengarahkan diri untuk hidup murni demi cintanya bagi Tuhan dan Gereja.
3. Spiritualitas
Perbedaan pada hal ini sebenarnya bukan pada hakikat imamat, tetapi pada cara hidup atau spirit yang dihidupi imam. Imam tarekat membawa spiritualitas tarekatnya yang spesifik dalam menjalankan tugas pastoralnya: entah itu spiritualitas Jesuit, spiritualitas Hati Kudus, Carmelit, SVD dan seterusnya. Kadang-kadang spiritualitas mempengaruhi pilihan-pilihan pastoral dan caranya menggembalakan umatnya.
Imam Diosesan tidak memiliki spiritualitas yang spesifik. Tetapi bukan berarti tanpa spiritualitas. Mereka menghayati imamat sebagai pengambilbagianan pada imamat Yesus Kristus sendiri, imam, guru dan gembala. Karena tidak spesifik, banyak imam diosesan juga sering memilih spiritualitas khusus, yang diambilnya dalam kelompok-kelompok imam tertentu, sebagaimana dihayati imam biarawan.
4. Reverendus Dominus dan Reverendus Pater
Pernah lihat singkatan RD untuk imam diosesan dan RP untuk imam tarekat? RD dipakai untuk imam Praja. Bila sudah memakai RD, maka tidak lagi dipakai Pr (Presbiter/Praja) di belakang nama. Jadi misalnya RD. Julius. Sedangkan RP dipakai untuk imam tarekat, dan sesudah nama singkatan tarekatnya masih dipakai. Misalnya, RP. Samuel Maranresy MSC.
Reverendus Dominus berarti tuan yang terhormat. Ini mau menunjuk bahwa imam praja adalah pengurus Gereja paroki, dan di dalam keuskupannya. Tugas utama merekalah menjadi pastor paroki dan menata keuskupan dimana mereka menjadi anggotanya. Sedangkan Reverendus Pater (RP) berarti Bapa yang terhormat, yang menunjuk panggilan mereka menjadi Bapa melalui karya-karya kerasulan mereka. Karya pastoral imam tarekat tidak spesifik pada penggembalaan paroki, tetapi banyak banyak imam tarekat berkarya di karya-karya khas tarekat mereka. Ada banyak imam tarekat berkarya di sekolah, rumah sakit, karya sosial, panti asuhan dll, sesuai dengan karya kerasulan tarekat masing-masing.
Diterbitkan di Percikan Hati Juni (2021) hlm. 5-8